Kopi dan Cerita

6 tahun bergelut di bidang yang tak pernah “dipelajari” membuat saya belajar banyak. Kehilangan beberapa “comfort zone” dan mendapatkan beberapa “comfort zone” lain. Sulit menilai diri sendiri, ya? Karena saya sendiri tidak pernah bisa mengkategorikan saya introvert atau ekstrovert. Saya cenderung tidak bisa terlalu lama dengan banyak orang, tapi bisa cukup lama berbincang dalam konteks substansi, saya suka public speaking dalam bentuk presentasi tapi kurang suka “public speaking” yang tidak kontekstual.

Sedari SMA saya cukup banyak mengikuti lomba presentasi, pidato, maupun debat. Kegiatan-kegiatan itu cukup membuat saya “terbentuk” karena di sana selalu ada konteks yang disampaikan. Sesuatu yang real, data, fakta, bukan “marketing” semata. Melebur bersama didikan rumah (yang selalu menomorsatukan fight & honesty), lama kelamaan itu menjadi sebuah karakter.

Kaitannya dengan kopi adalah ketika saya membuka ruang-ruang diskusi dalam bentuk slow bar event yang sudah 3 tahun ini rutin diadakan. Pada setiap kesempatan saya berbincang dan berdiskusi, saya selalu berusaha untuk memberikan data dan fakta walau kerap kali terbantah dengan rumor. Merangkum berbagai cerita dan pengalaman yang sudah dilalui oleh pelanggan-pelanggan saya, saya merasa ada banyak hal-hal sosial yang ada dalam secangkir kopi lebih dari sekedar komponen empiris dan senyawa dinamis yang ada di kopi.

Dari secangkir kopi dan diskusi sensory di meja slow bar, saya mendapat cerita bagaimana awalnya mereka kenal kopi, kesan yang mereka dapat ketika merasakan flavor kopi yang tersaji, memori masa kecil, perubahan budaya yang dibawa oleh kopi dan masih banyak lagi. Seringkali saya ditanya “Apa yang Mbak harapkan dari sesi-sesi ini?”. Jawaban saya tegas, bahwa saya hanya ingin orang makin penasaran dan suka minum kopi. Bukannya apa, saya bukan tidak ingin para pelanggan slow bar kembali sebagai pelanggan reguler, tapi lebih dari itu, industri ini harus terus bertahan secara global. Semakin banyak orang “bahagia” ketika minum kopi, maka dia akan terus mengapresiasi rantai kopinya. Karena apa? Saya sendiri sudah pernah putus asa sama industri F&B ini, mungkin yang lain pun sama. Lalu apa? Jika kecintaan orang dengan hal-hal dasar ini tidak dipupuk, maka akan lebih sulit lagi buat industri ini bertahan. Walau saya seorang yang mungkin punya sertifikasi Q Grader, tapi saya juga tetap mengapresiasi semua level kopi kok. Bahkan dari biji komersial di pasar, banyak orang bisa bertahan hidup dan itu realita sosial yang perlu kita apresiasi dan rawat bersama.

“Saya di sini hanya ingin memberikan jendela sudut pandang yang lebih luas tentang kopi, tanpa mengharuskan para pelanggan saya minum di kedai tertentu atau kopi tertentu. Semoga teman-teman lebih cinta sama kopi ya dan siap eksplorasi kopi lebih luas lagi.” kalimat penutup saya di setiap sesi.

Last but not least, selamat ngopi! 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *